Ketika Penulis Amatir Berkisah Tentang Pancasila
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
Pancasila dimaknai secara subjektif oleh para penulis pemula.
Buku Keroyokan ke - 3
Thamrin Sonata (TS) memang super.Editor buku handal berlatar belakang wartawan ini menggeliatkan citizen jurnalis yang mondok di sosial media untuk berani menerbitkan buku. Paling tidak TS wartawan senior telah menggagas penerbitkan 3 buah buku keroyokan. Memang sih awalnya penulis amatir di giring nimbrung menulis dalam sebuah buku. Selanjutnya beberapa penulis pemula karena merasakan betapa nikmatnya menerbitkan buku maka mereka menjadi “pede” sehingga berhasil menerbitkan buku solo karya mulia perdana. Kompasianer Rifki Feriandi dan Maria Margaterha adalah alumni buku kroyokan yang telah menerbitkan buku mandiri di bawah naungan penerbit Peniti Media.
Buku keroyokan ke - 3 berjudul Pancasila Rumah Kita Bersama. Saya mendapat kehormatan dari Uda TS untuk bergabung menyumbangkan tulisan. Undangan simpatik itu serta merta disambut riang gembira karena Pancasila berada dalam dimensi semesteran. Maksudnya (kebetulan) pasca retired aktif memberikan mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan di Universitas Gunadarma dan Akademi Perawat Polri Jakarta. Sudah lama terniat menerbitkan buku ajar Pancasila sebagai kumpulan dari tulisan di kompasiana yang bergenre ilmiah populer.
Ajakan Uda TS ibarat gayung bersambut. Buku selesai keroyokan dicetak, para penulis menerima buku dan siap Launching pada hari Jum’at, 10 Oktober 2014 di Palmerah Jakarta barat. Setelah mengkhatamkan buku Pancasila Rumah Kita Bersama., saya mendapatkan referensi yang sangat berharga yang mungkin tidak terdapat di referensi texk book resmi Pancasila.
Pancasila Objektif atau Subjektif
Secara teoritis Pancasila pasti dilakoni oleh pejabat atau rakyat baik secara secara objektif maupun atau subjektif.Pancasila dilihat dari orientasi objektif adalah Pancasila yang terdapat di Undang Undang Dasar 45 dan di Peraturan perundangan lainnya serta di buku buku ilmiah terkait pembahasan tentang ideologi negara. Itulah bentuk Pancasila murni dan sejati serta konsekuen. Sebaliknya Pancasila dalam dimensi subjektif adalah penerapan ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) oleh masing masing warga negara sesuai dengan pengetahuan dan pengalamanan di kehidupan sehari hari.
Pengamalan Pancasila seorang pejabat tentu berbeda dengan pengamalam Pancasila oleh banyak rakyat. Seyogyanya Pejabat memberikan contoh tauladan kehidupan sehari hari yang menggambarkan seorang Pancasila is sejati. Mengamalkan 5 Sila idelogi negara secara utuh menjadi rancu ketika syahwat kekuasaan menguasai diri seorang pejabat. Malpraktek ideologi Pancasila di kalangan politisi dan birokrat bukan saja berdampak buruk pada diri nya sendiri tetapi juga berakibat kepada rusaknya tatanan kehidupan masyarakat , pada akhirnya menjadi contoh buruk bagi generasi muda.
Semakin jauh jarak antara pemahaman Pancasila secara Subjektif dengan Pancasila Objektif maka akan semakin banyak terjadi pelanggaran hukum dan norma di Indonesia. Sebaliknya apabila pemahaman Pancasila secara Subjektif warga negara semakin mendekati atau sama sebangun dengan pemahaman Pancasila secara objektif maka marwah kesaktian Pancasila akan membela bangsa ini. Itulah kesimpulan yang saya temukan pada tulisan 30 kompasianer dimana pemahaman subjektif kompasianer sangat intim dengan pengamalan Pancasila dalam kehidupan keseharian yang penuh dengan pesan pesan luhur sejalan dengan norma kehidupan dilingkungan mereka berada.
Penulis Pancasilais
Ide TS mengumpulkan naskah Pancasila sungguh suatu lompatan revolusioner yang patut diberikan standing applaus. Naskah Pancasila nan tadinya terserak kini telah berhimpun dalam satu buku kuat. Bisa jadi inilah perwakilan suara kompasinaer tentang Pancasila walaupun kita tahn dari ratusan ribu kompasianer terregistrasi lainnya masih banyak yang mempunyai ide kreatif tentang pedoman hidup Bangsa Indonesia. Mungkin nanti ada edisi lanjutan Pancasila Rumah Kita Bersama melihat begitu luasnya wawasan kebangsaan para citizen jurnalis yang mondok di sosial media.
Buku setebal 165 halaman merangkum 30 tulisan penulis yang tersebar di seluruh penjuru tanah air, bahkan dari luar negeri seperi Bapak Tjiptadinata Effendi dan Ibu Roselina Tjiptadinata , Ibu Gaganawati di Jerman dan Mbak Weedy Kosino di Jepang. Dilihat dari latar belakang pengusaha atau bergerak di bidang swasta / jurnalis / pengamat / ibu rumah tangga ada sobat Agung Soni, Ando Ajo, Cucum Suminar, Edrida Pulungan, Enny Soepardjono, Faisal Basri, Fary Si Oroh, Ismail Suardi Wekke, Isson Kkhoirul, Majawati Oen, Mike Reyssent, Ngesti Setya Moerni, Rifki Ferinadi, Teguh Heriawan, Tytiek Widyantari. Sedangkan dari tenaga pendidik ada Ahmad Fauzi, Astutiana Mudjono, Bain Saptaman, Cay Cay, Didik Sedyadi, Giri Lumakto, Maria Margaretha, Moch Khoiri, Mutiaraku, Puji Nurani, Thamrin Dahlan.
Pada kesempatan lain terutama setelah launching buku Pancasila Rumah Kita , dengan segala keterbatasan saya akan mencoba mengulas tulisan sobat 30 penulis. Secara umum dapat saya simpulkan bahwa tulisan kompasianer adalah pengalaman dan ide unik sebagai karya yang memperkaya pemahaman Pancasila dari berbagai pendekatan sesuai denga kapasitas masing masing. Sumbangan pemikiran tersebut tentu sangat berarti dan tidak akan sia sia, karena telah terdokumentasi dalam satu buku. Buku yang nan abadi sebagai alibi keberadaan seorang penulis Pancasilais.

Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Bibliografi Roh Perpustakaan
Jumat, 15 September 2023 09:56 WIBBerita Nan Kelelap
Senin, 20 Januari 2020 06:11 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler